I Putu G. Widjaja-Adhi
I. PENDAHULUAN
Tanah (lahan) merupakan suatu sumber kekayaan alam, yang harus dijaga kelestarian produktivitasnya. Penggunaan lahan yang sesuai dan pengelolaan tanah-tanaman yang baik dapat mempertahankan, bahkan meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan lahan yang tak sesuai dan tanpa tindak pengawetan, termasuk pemupukan, yang memadai akan menurunkan produktivitasnya atau kesuburan tanahnıya.
Kegiatan pertambangan dapat menimbulkan perubahan antara lain pada: (1) bentuk lahan dan sifat tanah, (2)kualitas/kuantitas air dan hidrologi daerah, (3) kwalitas udara, (4) ekosistem biotis, dan (5) sosial-ekonomi-budaya manusia (Sub Direktorat Kon servasi Direktorat Tehnik Pertambangan, 1982). Sistem penambangan dapat merubah bentuk lahan, dengan terbentuknya kolam-kolam dan gundukan-gundukan dan dengan terjadinya perubahan dan pendangkalan aliran sungai. Kegiatan pertambangan, termasuk limbah tambang dan limbah pabrik pengolahannya, dapat menimbulkan/perubahan kom-posisi udara, air, dan tanah. Pencemaran pada udara dan air dapat menimbuikan masalah pada lahan yang relatif jauh dari pusat pertambangan atau pabrik. Perubahan sifat fisik dan kesuburan tanah mempengaruhitumbuhan/tanaman. Sedang binatang/temak dan manusie mendapat pengaruh pencemaran lewat udara, minuman dan makanannya.
Sebagai bagian atau bab Kesuburan Tanah dari suatu Pengantar Ilmu Tanah, tulisan ini akan mengemukakan pengertian dan masalah kesuburan tanah. Namun mengingat tulisan ini diperuntukkan Kursus Lingkungan Pertambangan dan Teknik Reklamasi Daerah Bekas Tambang, maka disamping (1) masalah pengertian Kesuburan tanah akan ditekankan juga pada (2) pengambilan contoh tanah, tanaman, dan air dan (3) Uji tanah beberapa hara dan penilaiannya.
II. KESUBURAN TANAH
Bila tanaman pada suatu lahan memberikan hasil tinggi, maka dikatakan tanah lahan tersebut subur. Sebaliknya bila rendah disebut kurus. Namun hasil tidak tergantung pada sifat tanah saja, terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Biasanya hasil dinyatakan sebagai fungsi dari beberapa faktor pertumbuhan tanaman:
Y = f (G, C, S, B, M)
dimana Y adalah hasil, C faktor cuaca/iklim, S faktor tanah, B faktor biotis dan M faktor pengelolaan. Faktor cuaca/iklim, biotis dan tanah adalah faktor-faktor lingkungan. Menurut Tisdale dan Nelson (1956) faktor lingkungan yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah:
(1). Suhu (C)
(2). Energi radiasi(C)
(3). Persediaan air(C, S)
(4). Reaksi tanah(S)
(5). Komposisi udara tanah(S, B)
(6). Komposisi udara(C. S)
(7). Faktor biotis(B)
(8). Unsur-unsur hara(S)
Di dalam Kesuburan Tanah biasanya dibahas unsur-unsur hara dan sifat-sifat kimia tanah yang mempengaruhi ketersediaannya, yang terpenting adalah reaksi tanah. Pada paragraf-paragraf berikut akan dikemukakan: (1) unsur-unsur hara, (2) ketersediaan hara dalam tanah, dan (3) evaluasi kesuburan tanah.
2.1. Unsur Hara
Menurut kriteria Arnon, suatu unsur dapat disebut unsur hara (Tisdale dan Nelson, 1956) apabila:
(1) defisiensi unsur tersebut menyebabkan tumbuhan tidak mungkin menyelesaikan stadia vegetatif atau reproduktif dari kehidupannya;
(2) gejala defisiensi unsur tersebut dapat dicegah atau disembuhkan hanya dengan menyediakan unsur itu sendiri; dan
(3) unsur tersebut berperan langsung dalam keharaan tumbuhan, terlepas dari kemungkinan memperbaiki keadaan kimia atau mikrobiologis dalam tanah atau media tumbuh.
Unsur hara untuk tumbuhan adalah:
(a) Hara makro : C, H, O, N, P, S, Ca, Mg dan K
(b) Hara mikro : Fe, Mn, Cu, B, Zn, Mo dan Cl.
Hara makro adalah unsur hara yang relatif banyak dalam tubuh tanaman. Enam pertama hara makro adalah pembentuk protein, jadi protoplasma. Semua hara tersebut dalam abu tanaman, kecuali yang hilang didalam pengaburn (C, H, O dan N). Tidak semua unsur dalam abu adalah unsur hara, misalnya Na dan Si.
2.2 Ketersediaan Hara Dalam Tanah
Ketersediaan hara ditentukan oleh (1) faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan hara oleh tanah, dan (2) faktor yang mempengaruhi kesanggupan tanaman menggunakan hara tersebut. Penyediaan hara diatur oleh aliran massa dan difusi (Fried and Broeshart, 1967; Barber, 1962) sedangkan serapan hara oleh tanaman dipengaruhi oleh luas sistem perakaran dan kecepatana serapan per cm³ akar. Kecepatan serapan tergantung konsentrasi hara pada bidang sentuh akar-air tanah. Konsentrasi hara dalam air tanah tergantung pada kelarutan dan keseimbangan bentuk-bentuk hara dalam tanah. Gambar 1 menunjukkan siklus suatu hara di dalam suatu sistem pertanian.
Faktor yang mempengaruhi penyediaan hara sekurang-kurangnya adalah: (1) intensitas hara (1), (2) kwantitas (Q), dan (3) daya sangga (buffer power = Faktor-faktor ini tidak bebas satu dengan yang lainnya; bila dua diketahui yang ketiga dapat dihitung. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan tertentu. Hubungan nya dipengaruhi oleh sifat-sifat dan kekuatan ion dalam larutan, suhu, bentuk-bentuk hara itu dalam tanah.
Hara dalam larutan tanah biasanya dipandang sebagai faktor intensitas (1), sedang sebagai faktor kwantitas adalah hara dalam fasa padatan, yang bertindak sebagai hara cadangan untuk menggantikan hara yang hilang dari larutan tanah oleh serapan tanaman atau pencucian (Gambar 1). Selanjutnya Corey dan Schulte (1973) membeda faktor kwantitas kedalam 3 ketegori: (1) bentuk-bentuk yang cepat, (2) bentuk-bentuk yang sedang sampai lambat, dan (3) bentuk-bentuk yang tidak mengadakan keseimbangan reaksi dengan hara dalam larutan tanah, sebab tidak ada reaksi balik, dan hara tersebut hanya dilepaskan.
23. Evaluasi Kesuburan Tanah
Beberapa pendekatan digunakan di dalam evaluasi kesuburan tanah: (1) percobaan lapang, (2) percobaan rumah kaca, (3) analisa tanaman, dan (4) uji tanah. Gejala pada tanaman biasa pula digunakan untuk mengindentifikasi apakan keadaan suatu hara dalam tanah berada dalam tingkat defisiensi atau teknis. Namun sering diketemukan defisiensi beberapa hara dari berbagai tingkat kegawatan gejala tersebut merupakan pencerminan defisiensi suatu hara dan toksis hara atau unsur tertentu.
Percobaan lapang digunakan untuk menduga keperluan tanaman akan unsur hara utama: N, P, K dan S serta kebutuhan kapur. Hasil percobaan lapang adalah "site specific", yang berarti berlaku khusus untuk lokasi bersangkutan atau lokasi-lokasi yang keadaan lingkungannya sesuai dengan lokasi tadi.
Percobaan rumah kaca dapat digunakan mengindentifikasi keadaan hara (penjajagan hara) suatu tanah. Biasanya masalah yang diungkapkanadalah defisiensi suatu hara, bukan untuk toksisitas suatu hara atau unsur. Penjajagan hara dapat menggunakan "substractive technique" dengan perlakuan: hara lengkap, -N. -P, K, -kapur, Mg, S, -Cu. -Zn, -B dan -Mo. Biasanya Fe dan Mn terdapat cukup pada tanah masam. Bila misalnya hasil perlakuan -P nyata jauh lebih kecil dari perlakuan lengkap, status atau keada- an P tanah yang dicobakan tersebut disebut defisien. Sebaliknya bila misalnya hasil perlakuan -B nyata jauh lebih besar dari lengkap disimpulkan atau ada petunjuk bahwa hara B tanah tersebut adalah tinggi.
Identifikasi masalah defisiensi hara atau masalah toksisitas hara atau unsur tertentu dapat dilakukan dengan uji tanah atau/dan analisis tanaman. Pendekatan ini memerlukan pengetahuan mengenai cara pengambilan contoh dan sedikit mengenai uji tanah dan penilaiannya. Atas dasar itu kedua hal ini diuraikan lebih mendalam masing-masing pada bab 3 dan 4 berikut.
III. PENGAMBILAN CONTOH UNTUK UJI TANAH, ANALISIS TANAMAN DAN AIR
Sampai pada penyusuanan suatu rekomendasi, program penelitian kesuburan tanah dapat dibagi 4 fasa: (i) pengambilan contoh atau/dan tanaman yang mewakili, (ii) pembuatan ekstrak, dan pengu kuran hara tersedia, (iii) interpretasi hasil analisis, dan (iv) penyusunan rekomendasi (Peck dan Mesited, 1967; Fitts, 1973). Ketepatan penyusunan rekomendasi sangat bergantung pada hasil analisis, disamping tersedianya hasil penelitian untuk interpretasi dan pengalaman dalam penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian pemupukan, korelasi dan kalibrasi uji tanah/analisis tanaman adalah yang diperlukan dalam interpretasi hasil analisa dan penyusunan rekomendasi.
Keragaman hasil analisis dapat disebutkan bersumber pada: (1) pengambilan contoh dilapang, (2) perlakuan terhadap contoh sebelum dianalisis (3) penimbangan atau penakaran contoh untuk analisa, (4) prosedur pembuatan ekstrak, dan (5) pengukuran konsentrasi suatu hara dalam ekstrak (pembuatan deret larutan baku, alat dan pembacaan). Keragaman yang bersumber pada pengam-bilan contoh jauh lebih besar dari pada yang bersumber pada fasa analisa di laboratorium (Peck dan Melsted, 1967).
Mengingat hal tersebut di atas pengambilan contoh menjadi penting, Dalam uraian ini akan dikemukakan dasar-dasar dan cara pengambilan contoh untuk uji tanah, analisis tanaman, dan analisis air.
3.1 Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah bertujuan untuk mengetahui: (1) kesuburan rata-rata suatu bidang tanah, dan (2) keragaman kesubu- ran bidang tanah tersebut.
Nilai rata-rata dari n buah contoh dapat dihitung:
x =(ΣΧi)/n
Simpangan baku (s) contoh dihitung dengan rumus berikut
s²=(x²-(x)²/n)/n-1
Bila dari suatu bidang tanah diambil n buah contoh (Gambar 1). Masing-masing contoh dianalisa, Analisa memberikan nilai tertentu, misalnya x:
Tujuan pertama pengambilan contoh adalah untuk mendekati nilai x tanpa melakukan n buah analisis tanah. Hal ini dilakukan dengan mencampur rata n buah contoh tadi sebelum dianalisis. Contoh yang diambil dengan mencampur n'buah contoh disebut contoh campuran dan contoh-contoh yang dicampur dinamai anak contoh.
Dengan mengambil satu contoh-campuran dari suatu bidang tanah maka keragaman kesuburan tanah tidak diketahui, Dan biasanya memang demikian, tujuan kedua kurarıg diperhatikan.
Rencana dan Cara Pengambilan
Dalam pengambilan contoh suatu bidang tanah atau hamparan hendaknya diperhatikan keragamannya. Hamparan tadi hendaknya dibagi-bagi menjadi satuan-satuan luas yang lebih seragam. Tipe tanah, toporafi, riwayat/sistem pengolahan dan keadaan pertumbuhan tanaman dapat dijakdikan pedoman penentuan strata. Pembuatan rencana pengambilan tidak lain dari penarikan batas-batas strata sehingga mendapatkan satuan-satuan luas pengambilan yang lebih seragam. Dalam satu satuan luas pengambilan diambil 1 contoh campuran (Gab. 1).
Satuan luas pengambilan biasanya 1-10 ha dan jumlah anak contoh per contoh campuran 5-25 buah (Peck dan Melsted, 1967), tergantung keragaman daerah. Semakin seragam keadaan suatu daerah semakin luas satuan luas pengambilan dan semakin kecil jumlah anak-contoh per contoh-campuran.
Kedalaman pengambilan sesuai dengan perakaran tanaman yang akan ditanam. pengolahan tanah atau adanya guludan/cemplongan. Contoh-campuran diambil untuk mewakili lapisan olah.
Alat pengambilan contoh hendaknya memenuhi syarat-syarat: (1) mengambil tanah sedikit tapi cukup untuk menyusun contoh-campuran yang mencukupi jumlah keperluan analisis. (2) mudah diber sihkan, (3) sesuai untuk tanah berpasir yang kering maupun tanah lengket yang agak basah, (4) tahan karatan dan kuat tidak mudah bengkok atau pecah. dan (5) mudah digunakan sehingga pengambilan contoh dapat cepat (Peck and Melsted. 1967).
Syarat yang penting untuk alat adalah yang memberikan volume atau irisan tanah yang sama dari masing-masing tempat pengambilan. Jumlah yang diambil sedikit sehingga tidak diperlukan pekerjaan mengaduk rata di lapang dan mengambil sebagian untuk contoh campuran. Seluruh volume atau irisan tanah yang diambil dijadikan contoh campuran. Pengadukannya dilakukan dalam fasa perawatan atau dalam mempersiapkan contoh untuk dianalisis. Hal ini mempercepat kerja lapang.
Perawatan, pengiriman dan penyimpanan.
Contoh-campuran dari lapang segera dikering-anginkan. Penyimpanan dalam keadaan lembab memungkinkan kegiatan mikro organisme tanah tetap berlangsung aktif. Mengingat waktu yang diperlukan dalam pengiriman sering cukup lama sebaiknya contoh dikering-anginkan sebelum dikirim.
Etiket dan pemberian nomor contoh yang dikirim hendaknya jelas dan tidak mudah hilang/lepas. Kekeliruan pemberian etiket merupakan kesalahan yang fatal.
Contoh tanah disimpan setelah kering udara. Penyimpanan dilakukan dalam kotak tertutup.
Uraian lebih mendalam mengenai pengambilan, perawatan, pengiriman dan penyimpanan contoh tanah dapat dilihat dalam tulisan Soepartini dan Djoko Santoso (1972).
3.2. Contoh Tanaman
Analisis tanaman dapat digunakan untuk beberapa tujuan: (1) penilaian program pemupukan, (2) mengatur pemberian pupuk susulan, (3) diagnosa pertumbuhan abnormal (4) petunjuk panen dan (5) survey keadaan hara tanaman (Ulrich dan Hills, 1967).
Rencana dan cara pengambilan.
Umur dan bagian tanaman yang diambil tergantung pada tanamannya dan tujuan analisis (Chapman, 1967; Jones, 1967). Biasanya daun terakhir yang telah mencapai dewasa diambil untuk contoh. Pada padi adalah daun ketiga dari daun puncak yang masih menggulung.
Untuk mengetahui keragaman suatu bidang pertanaman diambil sekurang-kurangnya 2 contoh, namun sebaiknya 4 control. Jumlah daun untuk suatu contoh tergantung pada keragaman daun-daun dalam satu satuan luas pertanaman. Biasanya 25-5 daun telah cukup untuk mendekati nilai rata-rata kadar suatu hara dalam daun-daun
pertanaman yang diwakilinya (Ulrich and Hills, 1967).
Rencana pengambilan contoh biasanya membagi 4 suatu bidang pertanaman. Dari masing-masing bagian diambil 25-50 helai daun. Jadi dari suatu bidang pertanaman diambil 4 contoh.
Perawatan, pengiriman dan penyimpanan contoh.
Contoh dicuci dengan menggunakan larutan "detergent". Biasanya "teepol" dapat digunakan. Setelah dicuci bersih, contoh dibilas dengan air bebas mineral. Pencucian contoh dimaksud untuk menghilangkan pencemaran oleh debu, tanah atau bahan-bahan pestisida. Pencucian hendaknya dilakukan segera setelah pengambilan, sebelum contoh-contoh mengering. Setelah kering contoh tidak boleh dicuci.
Daun atau bagian tanaman yang "non succulent" boleh dikering anginkan sebelum dipanaskan dalam alat pengering pada 60-70°C (Kenworthy, 1967). Setelah dipanaskan contoh digiling.
Mengingat waktu yang diperlukan dalam pengeringan haruslah contoh dikeringkan sebelum dikirim. Etiket harus jelas dan tidak mudah lepas.
3.3. Contoh Air
Contoh diambil untuk memantau luas penyebaran, tingkat, dan macam pencemaran oleh kegiatan pertambangan. Analisis air digunakan untuk menilai kualitas air apakah sesuai untuk air pengairan, air keperluan rumah tangga, atau air minum. Tergantung kualitas atau tingkat pencemarannya air masih dapat dimanfaatkan untuk cuci-mencuci, tapi tidak untuk diminum.
IV. UJI TANAH BEBERAPA HARA DAN PENILAIANNYA
Dalam mengembangkan uji tanah pengetahuan mengenai uji tanah yang terbanyak digunakan adalah perlu. Prosedur baku seperti tercantum dalam buku panduannya perlu diikuti sepenuhnya. Modifikasi sebaiknya hanya dilakukan pada fasa pengukuran unsur dalam ekstrak, untuk menyesuaikannya dengan keadaan loboratorium. Modifikasi ini biasanya mengarah pada yang menguntungkan: lebih cepat, lebih murah, atau lebih teliti (Widjik Suranta, 1978).
Lingkup penerapan uji tanah tersebut patut diketahui dalam memasukkan suatu uji tanah dalam penelitian pemilihan metoda. Demikian pula penilaian angkanya dapat membantu dalam memilih lokasi untuk penelitian kalibrasi uji tanah yang terpilih.
Dalam tulisan ini dikemukakan parameter metoda uji tanah beberapa hara, lingkup penerapan dan penilaiannya.
4.1. UJl P
Setelah menelash penelitian korelasi, Thomas dan Peaslee (1973) menyimpulkan bahwa antara 3 metoda uji tanah (Double acid, Bray-P 1, dan Olsen), tidak ada yang unggul melebihi yang lainnya pada semua keadaan tanah. Data menunjukkan bahwa suatu metoda sebaiknya digunakan untuk tanah-tanah tertentu.
Parameter baku untuk ketiga uji tanah tersebut disajikan pada Tabel 1. Prosedur analisa tidak diuraikan lebih lanjut. Berikut diuraikan penerapan dan penilaiannya.
Metoda "Double acid"
Pengekstrak H,SO,-HCI ini ternyata cocok untuk tanah dengan kapasitas tukar kation (CEC) rendah, relatif mengalami proses pelapukan lanjut, dan sedikit atau tanpa Ca-P. Tanah dengan kapur bebas akan memberikan angka uji tanah yang tak dapat dipercaya. Demikian pula tanah kaya oksida besi dan liatnya tinggi memberikan angka yang agak rendah. Untuk kelompok tanah ini memerlukan penelitian kalibrasi terpisah.
Metoda Bray-P1
Tanah dengan kapasitas tukar kation rendah sampai sedang, yang mengalami pelapukan sedang sampai lanjut, adalah cocok untuk metoda ini. Demikian pula pada tanah dengan Ca-P banyak metoda ini masih dapat digunakan. Akan tetapi untuk tanah dengan kapur bebas atau liat dengan kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa tinggi pengekstrak NH F-HCI ini kurang efektif. Atau penelitian kalibrasi terpisah perlu diadakan untuk kelompok tanah ini. Rupanya masalah ini perlu diatasi dengan merubah perbandingan tanah pengekstrak menjadi 1:50.
Metoda Olsen
Metoda ini ternyata lebih efektif dari pada metoda "Double acid" dan Bray-P1 untuk tanah yang mempunyai kapasitas tukar kation sedang sampai tinggi, kejenuhan basa tinggi, kadar Ca-P dan kapur bebas tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengekstrak NaHCO, ini bereaksi lebih konsisten walau variasi tanah lebar. Terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa pada tanah tertentu P terekstrak NaHCO, kurang berkorelasi dengan respons tanaman dibandingkan dengan P terekstrak metoda lainnya.
Penilaian
Kadar P-terekstrak dibedakan kedalam 3 kategori: rendah, sedang dan tinggi. Penilaiannya untuk masing-masing metoda disajikan dalam Tabel 2
Kategori ini adalah relatif. Bila dikaitkan dengan kebutuhan pupuk masih harus dihubungkan dengan tanaman dan tanahnya, Penilaian dan penyusunan rekomendasi harus didasarkan atas dasar penilitian kalibrasi, yaitu dihubungkan dengan data respons dari masing-masing keadaan lingkungan tanaman-tanah-iklim. Namun demikian secara umum dapat dikaitkan, bahwa: a) respons terhadap P hampir selalu dapat diharapkan pada kategori "rendah", b) biasanya tidak ada pada kategori tinggi.
4.2. Uji K
Pada dasamya hampir umum bahwa uji K menduga K-tukar, yaitu bentuk K yang mudah ditukar kation lain dari kompleks jerapan. Hasil penetapan K dipengaruhi oleh perbedaan dan pembuatan ektraks, perlakuan terhadap contoh sebelum dianalisa, dan waktu pengambilan contoh. Seperti diketahui K-tukar dalam tanah sangat dipengaruhi oleh riwayat penggunaan tanah adanya pemakaian pupuk atau ekskresi ternak, dan pengelolaan tanaman.
Hal di atas menjadi jelas bila kita ingat bahwa bentuk-bentuk K dalam tanah mengadakan keseimbangan sebagai berikut (Metson, 1968):
1. K-mineral primer →→
2. K-terfiksasi/terjerap kuat
3. K-tukar ) ) segera tersedia
4. K-larutan)
Bentuk K di atas dibedakan dalam 3 ketersediaan: a), cepat K-larutan dan k-tukar, b). sedang: K-terfiksasi dan mineral biotit, dan c). lambat: mineral primer (muscovit).
Penambahan K dalam larutan terjadi dalam pemupukan K, adanya eksresi ternak, terbawa air pengairan atau K yang dilepas sisa tanaman. K dalam larutan ini akan segera mengadakan keseimbangan dengan K-tukar atau hilang tercuci, disamping yang diserap akar. Tanah yang mendapat tambahan bahan organik banyak biasanya K-tukar lebih tinggi dari pada yang tidak.
Proses basah-kering mempengaruhi keseimbangan K-tukar dan K-terfiksasi. Hujan mencuci K terutama pada tanah sarang menurunkan K-tukar. Pengangkutan oleh panen juga menguras K.
Parameter baku beberapa uji K disajikan dalam Tabel 3. Prosedur analisa tidak diuraikan lebih lanjut. Lingkup penerapan diberikan secara singkat dan penilaian
K-tukar disajikan.
Metoda "Double acid"
Metoda ini digunakan terutama pada tanah kapasitas tukar kation kurang dari 10 me/100 g. masam (pH < 6.5), dan bahan organiknya rendah (<5%). Metoda ini tidak cocok untuk tanah alkalin. Jadi penerapannya sama seperti penggunaan untuk uji P. Seperti diketahui metoda ini disamping untuk uji P dan K, juga untuk uji Ca, Mg, dan Na, dan uji kation hara mikro.
Metoda amonium asetat
Pengekstrak amonium asetat 1 N memiliki keuntungan dalam keefektifannya (1) membasahi tanah, (2) menukar kation-kation, (3) mudah "volatility" dan (4) cocok untuk penetapan dengan flame photometer". Pengekstrak amonium asetat 1 N adalah umum digunakan untuk uji kation tukar (Ca, Mg, K dan Na) pada tanah tak berkapur. Pada tanah berkapur hasil yang didapat sebenarnya kation "tukar tambah yang larut".
Tabel 3. Parameter beberapa uji K¹)
Metoda Morgan
Metoda ini digunakan untuk menentukan K-, Ca-dan Mg-tukar pada tanah masam yang kapasitas tukar kation kurang dari 20 me/100g. Pengekstrak disangga dengan baik pada pH 4,8. Konsentrasi Na-asetat yang digunakan cukup tinggi untuk mempunyai kesanggupan menukar 80% kation tukar.
Metoda Morgan-Vonema adalah suatu modifikasi, Na-asetat diganti NH asetal. Metoda ini digunakan untuk menetapkan Ca, M, K, Na, Al, Fe, P, SO, dan CI (Sudjadi dkk, 1971).
Di samping ketiga metoda diatas digunakan pula metoda uji P untuk uji K, misalnya metoda Bray-P1 dan Olsen.
Penilaian K-tukar
Untuk memperbaiki penialaian hal berikut perlu diketahui: (1) kebutuhan tanaman dan daya serap akar, (2) intensitas K dalam larutan dihubungkan dengan kation lain, seperti Ca, Mg, NH, dan Na, (3) sifat fiksasi dari tanah bila pupuk diberikan, (4) kesanggupan melapiskan K-tukar, (5) angka K lapisan bawah, (6) pengaruh waktu pengambilan dan penyiapan contoh tanah pada angka uji tanah, (7) kekuatan koloid tanah menyerap K. (8) kebutuhan kritis tanah dan tanaman, dan (9) target hasil.
Pada umumnya tanaman tidak menunjukkan respons pada pemberian K, bila K-tukar lebih besar dari:
a) 85 ppm K atau 0.22 me K/100 g pasir dan pasir berlempung
b) 100 ppm K atau 0.26 me K/100 g lempung berpasir dan lempung
c) 125 ppm K atau 0.32 me K/100 g lempung debu dan liat
d) 175 ppm K atau 0.44 me K/100 g tanah berkapur.
4.3. Uji Ca dan Mg
Seperti telah dikemukakan di depan uji K juga digunakan Ca dan Mg. Parameter uji Ca dan Mg pun sama seperti parameter uji K, kecuali dalam hal: (a). Metoda penetapan untuk Ca dan Mg digunakan : "atomic absorption spectroscopy" (b). Selang Ca dalam larutan tanpa pengenceran 150-1500, 500-2000, dan 500-2000 kg ca/ha masing-masing untuk pengekstrakan "Double acid", amonium asetat Morgan. Dan selang Mg untuk ke-3 metoda adalah: 50-500 kg Mg/ha (c). Kepekaan adalah 10 kg Ca/ha dan 5 kg Mg/Ha untuk ketiga metoda.
Penilaian Ca-tukar
Pada hampir semua tanah Ca adalah kation-tukar yang dominan. Persentase
kejenuhan Ca dari kompleks pertukaran berkaitan erat dengan pH tanah. Tanah sudah
sangat masam sebelum Ca-tukar mencapai tingkat pembatas pertumbuhan. Tanah masam
biasanya dikapur untuk memperbaikinya. Oleh karena itu jarang sekali Ca-tukar ditetapi an untuk menentukan ketersediaannya sebagai hara. Ca-tukar ditetapkan untuk menentukan nilai kation dan hubungannya dengan kation lain: Mg, K, Na dan H.
Namun demikian Netson (Miller 1968) memberikan penilaian Ca-tukar untuk tanah-tanah New Zealand sebagai berikut:
Kategori me Ca/100 g
Sangat tinggi > 20
Tinggi 10-20
Sedang 5-10
Rendah 2-5
Sangat rendah <2
Secara umum ditetapkan bahwa Ca-tukar tinggi terdapat pada tanah: (a) berbahen induk yang kadar Ca-nya tinggi, (b) kapasitas tukar kation tinggi dan (c) kejenuhan basa tinggi. Ca-tukar rendah terdapat pada tanah-tanah yang ketiga sifat diatas rendah (Miller. 1968).
Penilaian Mg-tukar
Doll dan Lucas (1973) menyajikan tingkat Mg-tukar (me/100g) dan penilaianya, sebagai berikut:
0-0.10
Gejala defiensi pada sebagian besar tanaman setahun, sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman rumah kaca (misalnya tomat, mentimun, merica). Pemakaian Mg di anjurkan.
0.10-0.21
Defisiensi pada "sugar beet", kantong, buah-buahan, dan tanaman rumahkaca. Pemakaian Mg dianjurkan. Tanaman serealia tidak memberikan respons.
0.21-0.42
Difisiensi absolut tidak terdapat. Bila kelihatan gejala difisiensi adalah umumnya karenia "induced deficiency, oleh faktor lain misalnya perbandingan K/Mg diatas batas tertentu.
Walau demikian pemakaian Mg dianjurkan untuk tanaman buah-buahan, rumahkaca dan tanaman padang rumput. Sebelum menganjurkan pemakaian Mg untuk padang rum- put, patut dibandingkan nilai ekonominya dibandingkan pemberian langsung magnesium (MgO) pada ternak.
0.42-0.73
Tanaman tomat, mentimun, merica dipupuk Mg.
Demikian pula padang rumput dipupuk Mg, bila ternak diketahui mengalami hypomagnesaemia
16 0.73-1.04
Hanya tanaman rumah kaca masih dianjurkan dipupuk Mg. Perbandingan K/Mg sangat penting. Bila perbandingan ini melebihi batas tertentu "Induced deficiency terjadi. Untuk tanaman setahun batas tersebut adalah 1.5, untuk sayur-sayuran dan "sugar beet" 1.0 dan untuk tanaman rumahkaca 0,6. Perbandingan diatas dihitung berdasar kadar setaranya (me/100 g).
4.4. Uji Zn, Mn, Cu dan Fe
Metoda uji untuk kation hara mikro: Zn, Mn, Cu dan Fe dapat dikelompokkan kedalam metoda yang menggunakan: (a) pengekstrak air dan garam netral, (b) pengekstrak asam lemah dan kuat, dan (c) pengekstrak "chelating agent" (Viets dan Lindsay, 1973).
Usaha menirukan tenaga melarutkan hara oleh akar dilaksnakan dengan mengekstrak tanah dengan pelarut lemah, misalnya: air, air ber-CO, atau asam lemah.. Umumnya pelarut-pelarut ini tidak cukup banyak mengekstrak hara dari fasa padatan yang untuk mencerminkan kemampuan tanah (faktor kapasitas) mengganti hara yang diserap akar. Sebaliknya asam kuat sering melepas hara terlalu banyak dari fasa padatan.
"Chelatig agent" memberikan suatu cara pendugaan daya penyediaan hara dari tanah. Zat ini memberikan metoda uji tanah kation hara mikro yang paling memberi harapan. Zat ini bereaksi dengan ion logam dan dalam larutan membentuk kompleks yang larut. Tatkala kepekatan ion logam dalam larutan menjadi turun, fasa padatan yang labil melepas ion-ion kedalam larutan. Jumlah ion logam terikat zat ini dalam larutan tergantung pada kepekatan awal (faktor intensitas) dan kesanggupan tanah mengganti ion tadi (faktor kapasitas). Chelating agent" menirukan pengambilan hara oleh akar. Parameter beberapa metoda uji Zn disajikan pada Tabel 4.
0 komentar